Tidak ada yang istimewa setiap kali kami bertemu. Mengobrol juga
sekedarnya saja, kedekatannya ngobrol lebih kepada kakakku. Bulan-bulan
ini bude sedang puber kedua, sebab bertemu dengan teman lama saat masih
pendidikan yang rupanya telah menyimpan benih-benih asmara sejak dulu.
Hanya saja baru menyadarinya belakangan ini. Bude sering berkonsultasi
dengan ayah dan kakak, juga pada istri pamanku. Mereka menyarankan agar
segera saja untuk kawin siri sementara ini, guna menghindari hal-hal
yang tidak diinginkan.
Hari itu bude datang ke rumah paman dimana aku kebetulan juga bermaksud
menginap karena kangen dengan ponakan-ponakan. Saat itu ponakan-ponakan
sedang di kamar, sedang paman dan istrinya tidak di rumah. Bude lalu
berkata: “mas Iwan..bude mau mandi dulu ya. Terus tidur sebentar sambil
nunggu dik Sih”. “Oh ya bude..monggo ,” jawabku saat sedang
membaca buku. Sumpah..tidak terlintas sedikit pun untuk niatan
mengintip. Ketika aku melewati kamar mandi selintas ekor mataku
menangkap cahaya di lubang kunci pintu..ting tong..that’s mean tidak
tertutup. Kembali kulewati kamar mandi dan sengaja kuperhatikan dengan
seksama. Ya..lubang kuncinya tidak tertutup. Hatiku berdegup kencang dan
perang kalimat pun berseliweran. “Laopo ape mbok inceng..wong wes tuwo.
Awake yo rodo lemu”. “Kapan maneh..kesempatan sing bener-bener langka. Paling
gak digawe tambahan koleksi nginceng”.
Mungkin setan sedang menang undian. Kurapatkan tubuhku dengan pintu
kamar mandi tetapi tetap sangat hati-hati untuk tidak bersuara. Sedikit
demi sedikit aku berjongkok. Kudekatkan mataku ke lubang kunci, tidak
langsung mengintip. Sebab ada kemungkinan bude sedang mengguyur badannya
dan secara kebetulan matanya menatap arah pintu maka bisa jadi terlihat
sinar mataku. Tidak..posisi bude menghadap tembok yang dibawahnya ada
kran dan ember untuk mandi. Jadi sangat aman. Sambil berdoa
ponakan-ponakanku tidak mendadak muncul dari kamar. Terlihat paha gempal
putih dan sedikit bulatan bokong kirinya. Bude lalu duduk di kursi
kecil yang memang disediakan di kamar mandi. Aku menahan napas yang
telah megap-megap dan kutarik kepalaku menjauh. Aku mendekatkan kepala
kembali dan kuturunkan sedikit pandanganku. Susu bude sebelah kiri
terlihat. Sudah turun dengan ukuran lumayan, puting tetap kecil walau
telah beranak 3 dan areola yang normal ukurannya.
Bude menggosok leher dengan sabun, lalu turun ke punggung dan kedepan.
Diusapnya kedua susu dua kali lalu tangannya turun menggosok bagian
bawah tubuhnya. Aku putuskan untuk mengakhiri acara mengintip dengan
pertimbangan sudah cukup, terlebih menjaga kemungkinan kedua ponakan
jika tiba-tiba keluar kamar. Celanaku membesar di bagian kemaluan dengan
tidak kusadari. Terlintas kembali tubuh bude saat aku duduk di sofa
kembali membaca buku. Ahh..jadi membayangkan yang tidak-tidak.
Kulanjutkan membaca di kamar agar kondisi kontol yang masih ngaceng
tidak terlihat oleh bude.
Sekitar pukul 11 siang paman dan istrinya datang. Kemudian aku
menyampaikan kabar bahwa ada bude Yayuk. Mereka kemudian berbincang
serius juga sering bercanda. Aku tidak ikut dalam pembicaraan karena
kupikir itu bukan urusan anak-anak. Biarlah orang dewasa yang
merumuskannya. Pembicaraan terhenti sejenak ketika saat makan malam agar
anak-anak tidak ikut mendengarkan. Jarum jam berada pada angka sembilan
malam. Istri paman: “mbak..aku tak turu sik yo. Wes ngantuk..mulai isuk
resik-resik terus riwa riwi. Ben dikancani mas Iwan ae yo. Areke iso
sembarang iku..hehehe”. Aku yang saat itu
sedang bersms di sofa langsung terhenti sambil menatap tante Sih serta
bude. “Waduh..mbahas opo iki. Jangan-jangan.. ”, pikiranku berkecamuk. Rupanya
tante telah bercerita kepada bude bahwa aku sedikit bisa menerawang.
“Walah..akhire melok urusan..hmm ”.
Kami ditinggal berdua di ruang tamu. Aku lalu mendekat agar tidak dikira
menjauh atau tidak mau diganggu. “Iya mas..mbok bude dibantu ini.. ”. “Dibantu gimana bude..dibujuki tante.
Wong aku gak bisa apa-apa ”. “Halah gitu..nggak mau mbantu bude ini? ” “Dik Sih mungkin sudah cerita ke mas
Iwan tentang kondisiku sekarang. Mbok aku dibantu biar bisa dekat sama
mas Didik”. Sejenak kutarik napas,”emm..gini bude. Bukan aku nggak mau
bantu kan udah ada paman sama tante. Udah terlanjur bocor ya mau nggak
mau..”, sambil aku tersenyum. “Nah gitu..biar bude ada pemikiran lain
kan lebih enak..”, bude tersenyum senang. “Gini bude..biar pak Didik
yang lebih tegas. Nggak nggantung kayak sekarang. Maju nggak mundur
nggak. Kalo aku lebih baik berhenti sekarang sebelum perasaan sudah
melangkah lebih jauh. Jadi temen aja seperti sebelumnya”. “Waduh..lha
memang sekarang kita sudah ada perasaan. Terutama dia. Sering sms dan
tlp sampe malem”. “Hmm..apalagi udah seperti sekarang bude..”.
Kami lalu terus berbincang dimana aku lebih sering diam dan sesekali
menimpali. Bude dalam hal ini termasuk ngeyel. Aku memahaminya
tetapi jika nanti apa yang aku takutkan terjadi maka aku ikut sedih.
Mataku mulai sedikit memerah karena ngantuk ditambah kengeyelan bude.
Kulirik jam dinding yang mendekati pukul 12. “Bude nggak ngantuk?
Dilanjut besok lagi aja ya..”, terpaksa aku “mengusirnya” dengan bahasa
yang halus. Sebab bisa sampai subuh membahas cinta apalagi dalam puber
kedua. “Udah ngantuk ya mas? Emm..dilanjut di kamar aja ya..kalo nanti
ketiduran ya gak apa-apa..hehe”. “Aduh..piye iki. Ahh..nek ngkok keturon
yo wes ”.
“Terserah bude..”. Jret..terlintas kembali bentuk tubuh bude. Kontolku ngaceng dengan pasti. “Mati aku..ujug-ujug ngaceng. Nek bude eruh piye
iki..mbuhlah..dipikir ngkok.. ”. Kami lalu menuju kamar
tamu yang posisinya sedikit di belakang kamar-kamar lain.
Aku baru sadar bahwa tempat tidur hanya satu, spring bed lebar. Tanpa
berkata kuambil selimut lalu kubentangkan di bawah tempat tidur. “Ehh
mas ngapain..tidur di atas aja. Wong luas kok. Kalo besok masuk angin
bude yang disalahin dik Sih..”. “Engg..iya bude..”, sambil kugaruk-garuk
kepala yang jelas tidak gatal. Bude mengambil posisi kiri lalu
meletakkan satu guling di tengah-tengah. Pembicaraan kembali
dilanjutkan. “Bahkan dia beberapa kali bilang pas nelpon..dik..manukku
ngadeg nek pas nelpon awakmu ngene iki . Bude ya bilang halah..ono-ono ae mas ”. “Ya rata-rata gitu bude kalo ada perasaan..gampang
naik..hehe”, jawabku sambi menatap plafon. “Pernah juga bilang awakmu
tambah seger ae dik..ndemenakno. Bude terus bilang wah..koyok arek enom ae rayuane
mas”. “Namanya juga sedang
seneng bude..”. Kurasakan arah obrolan mulai menjurus dewasa. Mau nggak
mau kemaluanku mulai bergerak kembali. “Jangan marah ya bude..” “Marah
kenapa mas..” “Gini..umpama jadi. Kayaknya pak Didik cuma 5 menit paling
lama..”. “Ahh..mosok sih mas. Wong dia rajin
olahraga dan nggak pernah main perempuan..”, bude kaget lalu memiringkan
tubuhnya ke kanan. “Yaa ngg tau sih bude..itu yang tak liat..”.
“Waduh..terus gimana baiknya mas Iwan..bude kan nggak pengen cepet
gitu..”. Raut wajah bude terlihat sedih. “Maaf bude..lebih baik aku
ngomong jeleknya sekarang. Daripada nanti bude ngarepnya hot ternyata
nggak kan kecewa’.
“Iya sih..terus gimana mas..” “Ya nyari orang bisa mijet bude. Biar urat
dan syaraf-syarafnya diatur lagi. Kalo bude sih nggak gitu perlu”, aku
menjawab sesekali dengan miring ke kiri. Aku nggak mau terlihat mulai
hangat wajahku. “Mas Iwan nggak bisa mijet?” “Bukan bidangku bude..hehe.
Kalo sekedarnya aja bisa. Ngilangin pusing atau capek. Tapi nggak
terlalu bisa”. “Dipijet mananya mas?” Kuraih tangan kanannya lalu kuurut
telapaknya, tanpa terbersit lebih jauh. “Aduh..sakit mas..itu kenapa?”
“Mungkin bude capek, juga karena ada masalah ini”. “Hm..mungkin juga.
Terusin mas..udah nggak terlalu sakit. Sebentar..tak ambil lotion dulu”.
Otak dan hatiku saling mendahului. “Piye iki..nek pijete
keterusan..”. “Nek sampe kedaden yo
wes..sing penting gak ono sing curiga ”. Sinar lampu telah berganti
10 watt sejak kita masuk kamar. Kembali bude berbaring di kiriku. Aku
beranjak bangun karena tidak mungkin memijat dengan berbaring. Kutuang
sedikit body lotion di tangan kanan atas lalu kuurut pelan-pelan.
Bergantian dengan yang kiri. Beruntung lengan bude tidak tertutup daster
sebab bakal susah untuk menggulungnya. Bude menatap langit-langit,
sesekali mengernyitkan dahi tanda merasa sakit.
Aku mendekatinya,”nuwun sewu bude..dahi sekarang”. “Hm..iya..nggak apa-apa mas..”. Bude memejamkan mata. Kuurut
pelan dengan posisiku yang bersimpuh di dekatnya. Kemudian aku
hentikan. “Lho kok berhenti mas..pundaknya nggak sekalian?” “Pundak juga
bude?” “Iya..sekalian aja..”. Bude lalu telungkup dengan kepala
menghadap kanan. Guling yang ditengah aku singkirkan. Kedua lengan bude
aku letakkan sedikit menjauh di sisi tubuhnya. Dag dig dug makin
terdengar kencang. “Nuwun sewu bude..”, lalu aku berada
di atas bokongnya tapi masih berjarak lumayan. “Nggak apa-apa
mas..gimana enaknya aja..” “Hmm..iki gak ono opo-opo opo pancingan..?” “Beres
bude..hehe..”, aku bercanda untuk mengurangi gugup. Kuurut dan pijat
pundaknya. Lalu kembali lengan kiri dan kanan hingga kurasa cukup. Nafas
bude teratur naik turun, mungkin sudah tertidur. Tapi ketika aku akan
turun,”kaki sampe atas juga ya mas..nanggung. Besok bude traktir deh..”.
Ternyata bude belum tidur. “Nggih bude..terserah bude. Ya ngg usah nraktir bude..kayak sama siapa
aja..hehe”. “Waduh..makin deg deg ser ngene keadaane”. Aku mulai memijat dan urut dari kaki kanan
lalu berganti yang kiri. Belum berani naik ke paha.
Dua detik aku berpikir, lanjut ke paha atau selesai. Kepalang tanggung.
Bude sudah memberi ijin. Kalau sampai terjadi persetubuhan aku berharap
tidak terjadi permasalahan di kemudian hari. Aku gulung dasternya
pelan-pelan ke atas hingga setengah paha. Kemudian aku bersimpuh di
tengah dua kakinya. Kemaluanku mulai bangun. Body lotion kutuang
langsung di paha kiri dan kanan lalu kuurut pelan. Dalam kondisi sudah
sedemikian aku masih menahan untuk tidak mengurut sampai ke bokongnya.
Kembali kuurut dari kaki terus ke paha. Kuputuskan menggulung daster
hingga ke pinggang bude. Celana dalam bude warna coklat muda. Bentuk
bokongnya masih mengkal. Kemaluanku sudah 80% yang sebisanya kutahan
untuk full ngaceng. Dari paha kanan dan kiri kuteruskan mengurut hingga
dua bulatan bokongnya, menyisip di tepian celana dalam. Sesekali aku
memijat dan meremas bokongnya, bukan mencari kesempatan tetapi memang
salah satu teknik pemijatan. Aku sempatkan melihat reaksi bude. Ternyata
seprai yang ada di dekat tangannya diremas sedikit saat aku memijat dan
meremas bokongnya. Aku berpikir wajar saja karena sejak ditinggal
suaminya bude belum pernah disentuh dalam bentuk apapun.
Isengku kumat. Jempol kiri dan kanan sesekali aku usapkan di belahan
pantat bude. Dan pantat bude sedikit terjingkat. “Hmm..salah satu titik
erotisnya bude itu..Bah wes..diseneni opo gak tak coba’e luwih nakal.
Nek pancen bude gak opo-opo berarti bengi iki aku kelonan..”, sesungging
senyum setan terlihat di wajahku. “Sebentar ya bude..”, lalu aku turun
dari tempat tidur. Bude tidak menjawab, mungkin sudah benar-benar tidur.
Aku lepas celana pendek model karet dan kuturunkan celana dalamku, aku
letakkan di samping tasku. Lalu kupakai kembali celana pendekku.
Posisiku sekarang di atas bokongnya, kurapatkan dua pahanya. Aku
turunkan retsluiting belakang daster bude. Aku pijat dan urut
punggungnya. Tanpa meminta persetujuan bude aku tarik kait
behanya..tess. Kemudian lotion kutuang lalu kuusap dan urut punggungnya.
Aku jalankan dua telapak tanganku hingga ke sisi kiri dan kanan tubuh
bude. Dua tiga kali sengaja aku sentuh sisi payudara kanan dan kiri.
Remasan tangan bude di seprai makin mengencang. Aku gulung daster bude
hingga ke punggung. Kemudian penutup pundak aku lepas satu persatu.
Kondisi bude sudah 90% telanjang. Tanganku yang mengurut bokongnya serta
menyentuh belahannya makin kuintesifkan. Bude pun makin sering
meninggikan bokongnya.
Entah bude mendengar atau tidak, aku melepas kaos dan celana pendek. Dua
pahaku aku lumuri dengan body lotion. Lalu aku tempatkan kontol
ditengah-tengah bokong bude yang masih tertutup. Aku memaju mundurkan
tubuh bawahku dengan lancar. Sudah saatnya beraksi, entah bagaimana
nanti reaksi bude. “Ohh..hmm..”, terdengar lirih erangan bude.
Cengkeraman tangannya di seprai makin mengencang. Kontolku sudah ngaceng
sempurna. Sesekali aku remas keras bokongnya. Kuturunkan kepalaku lalu
berbisik,”bude suka..?kalo nggak aku berhenti sekarang”, sambil masih
kugerak-gerakkan pinggangku. Tidak ada jawaban. Sedetik kemudian aku
turunkan celana dalam bude. Ketika akan sampai di bawah bokong tanpa
kuminta bude mengangkat sendiri. Kutepuk pelan bokongnya ketika telah
terbebas. Kembali aku berbisik,”angkat sedikit pinggangnya bude..”. Bude
tak bersuara, kepalanya ditenggelamkan di bantal.pinggang bude naik
20cm’an lalu kutahan agar tidak naik lagi. Jembutnya ternyata tidak
lebat dan dipotong rapi. Aku renggangkan sedikit pahanya. Bau kewanitaan
terhembus di sana. Lidahku menyusuri pelan garis tengah tempeknya. “Ojo
masss..isin aku..kotor pisann..”, bude mulai mendesis dengan mengangkat wajahnya dari
bantal. Aku jelas tidak menjawabnya. Dua pahanya aku pegang erat.
Jilatanku makin cepat. “Mass Iwwwaaannn..ouhhh..nakal kowweee..”. Kubuka belahan tempeknya dan kujilat-jilat. Desiran pendingin ruangan tak mampu
mengusir hawa tubuh kami yang mulai menghangat. Tempek bude mulai berasa
lebih asin ketika telunjuk kananku mulai ikut meramaikan. Kumasukkan
cepat pelan cepat pelan. Dua tiga kali garis anusnya aku usap-usap.
“Ahhrrgg..mmmaaasss..”. Lalu kucucup, kuputar-putar lidahku. Pinggang
bude aku turunkan. Penisku aku tempatkan di belahan bokongnya.
Kugerakkan maju mundur dengan cepat sambil dua tanganku menyusup ke
balik dasternya, meremasi dua susu bude. Bude makin menenggelamkan
kepalanya di bantal,”oouuffsssttt..ennaakkk mmaasss”. Suara bude tetap
terdengar karena tidak ada suara lainnya selain dengus nafas kami serta
berkecipaknya pantat bude dan pahaku. Aku hentakkan tubuhku dengan
memancarkan pejuhku di pinggang hingga punggung bude. Aku tahan
suaraku,”aaahhh..ssstttt..”. Lima kali penisku memuncratkan air
kenikmatan.
Tarikan nafas kami naik turun dengan tergesa. Kuremas gemas bokong bude.
“Aah..genit kowe mass..”. “Salahe bude nggarai
kontolku ngaceng..hihii”. “Lha piye mas..wes suwi aku gak tau didemek uwong lanang.
Wes ngono kaet ngomong masalah iku aku mulai terangsang. Tempekku mulai
teles..hehe”. “Lhaa..bude yo luwih genit tho
nek wes ngene..hihi”. “Aahh..”, kemanjaan seorang wanita terdengar.
“Dastermu tak copot yo bude..”. “Heeh
mas..copot ae..”. Kutarik daster dari atas kepala
lalu kuusapkan mengelap pejuhku. Kemudian kulepas beha bude. “Dastermu
kebes bude..hihi”. “Endi..wih iyo..akehe
mas pejumu..”. “Suwi
gak tak tokno bude..” “Oo..pantes..”.
Kurebahkan tubuhku dipunggungnya. Kuusap-usap rambutnya,”matur nuwun yo
bude..cup”, kukecup pipi kirinya. Tangan kanan
bude mengelus kepalaku,” aku sing terima kasih mas. Lagi iki ngrasakno
ngawang maneh”. Bahasa tubuh bude seperti akan menggeliat. Aku lalu
merebahkan diri di kanannya. Bude berbalik badan menghadapku lalu
memegang dua pipiku lalu mencium bibirku mesra. Tangan kanannya berjalan
ke bawah. “Jik lumayan ngaceng ngene mas..aku pengen mbok leboni mas.
Ayo mas..terserah ape sampe isuk aku yo gelem, ” sambil mengelus dan mengurut penisku. Kupandang bude
Yayuk lalu kugigit bibir bawahnya. Bude membalasnya. “Sabar bude
sayang..pasti tak lebokno kontolku ngkok. Aku yo pengen ngrasakno dikempit tempikmu.. ,” sambil kuelus-elus itilnya. “Emm..mmaass..ayyooo..”, manjanya bude keluar lagi.
Kurasakan tempeknya mulai baasah lagi. Mungkin begini rasa seorang
wanita yang lama tidak disentuh, cepat naik birahinya.
Sengaja aku tidak langsung menuruti kemauan bude. Ingin kulihat sekuat
apa bude bisa menahan birahinya. Aku peluk bude lebih erat. Paha kanan
bude menimpa pinggang kiriku. Tempek bude yang telah basah
terasa di batang kontolku saat bude menggesek-gesekannya. “Ayoo
mass..aahhsss..” Susu kanan bude aku remas-remas pelan. Pentilnya yang
mulai mengeras kugetar-getarkan kiri dan kanan. Kukecup kecil bibirnya.
Tak kusangka tangan kanannya mendekap erat kepalaku lalu bibirku dilumat
habis. Bibirku dicium, digigit. Aku mengimbanginya dengan memasukkan
lidahku dan kugesek-gesekkan di langit-langit mulut bude, lalu kusedot
sekuatku udara didalamnya. “Hhmmppfff..,” suara nafas bude seperti orang
dibekap. Ya..dibekap bibir penuh nafsu. Mata bude membesar memberi
isyarat kekagetannya dan nafas yg hampir habis. Kuulangi lagi dua kali.
Tangan kanan bude menyusuri punggung lalu meremas gemas bokongku. Tangan
kiriku mendekap paha kanannya. Kutekan dan kugerakkan maju mundur pada
kontolku agar tempek bude lebih merapat. Leherku disusuri lidah bude,
sesekali digigit kecil. “Mass...uuhhh..,” bude berbisik di kuping
kiriku. Kuserang bude lebih dalam. Tangan kiriku meremas sebentar bokong
kanannya lalu jari tengahnya menyusuri garis tengah bokongnya hingga
menyentuh anus bude. “Aauucchh mmmaaasss..geellliii..,” bude berbisik
mendesah di kuping kiriku lalu menggigit kecil. Kuputar-putar jari
tengah kananku di garis tengah bokongnya serta di lubang anus. Bokongku
diremas kuat dan didesakkan pada tempek bude,”uuuhhhh…mmmaaasss..metu
manehhh aaakkkuuu…”. Kucium kuat bibir bude dan
dibalas dengan cara sama. Kemudian aku dipeluk rapat-rapat. “Kowe kok
pinter ngene sih mas..gak ngiro aku..penak tenan..,” punggungku dielus-elus
bude. “Hehe..kan kudu ngono bude..”.
“Hmm..iyo..bejane awakku..”, lalu bude
menciumku dalam. Kuelus-elus rambut bude hingga sejenak kemudian
kudengar dengkur halusnya.
Kupandang meja rias berkaca yang tepat diseberang kanan bude.
Benar-benar tak kusangka malam ini seranjang dengan wanita setengah baya
yang haus akan sentuhan lelaki. Kontolku kembali ke normal besarnya.
Kubiarkan bude tidur dulu sambil memikirkan next actionku akan seperti
apa. Sudah kutemukan. Kuping kanan bude aku mainkan pelan-pelan lalu
kugigit. Belum ada reaksi dari bude. Bibirnya aku cium sedikit-sedikit.
Aku tarik bibir bawahnya dengan bibirku lalu kugigit. Lidahku menyusup.
“Eemm..” Tubuh bude mulai menggeliat tapi masih terpejam matanya. Lidah
bude aku hisap sekali kecil sekali kuat. Mata bude mulai terbuka sedikit
dan tersenyum. Tangan kanan bude menyusuri punggung dan bokongku.
Kontolku membesar dengan cepat. Kembali jari tengah kananku bermain
seperti tadi. Bude menggerak-gerakkan pinggangnya, menyentuhkan
tempeknya ke kontolku.
Paha kanan bude aku naikkan hingga melewati pinggang kiriku. Dengan
gerakan cepat dan tiba-tiba aku masukkan kontol yang telah membesar
sempurna. “Iki tak lebokno kontolku budeee..”. Mata bude membesar lalu terpejam seakan meresapi
sungguh-sungguh,”ooohhh..eemmmfff…. Kepalanya sempat terdongak. Leher
bude lalu aku jilati dan kugigit kecil-kecil. Tangan kanan bude mendekap
erat kepalaku. Kemudian aku gerakkan pelan-pelan kontolku. Dinding
tempek bude masih cukup menjepit. Bokong bude aku remas-remas. Kecepatan
kontol kutambah dengan dua kali sentakan dalam. “Adduuuhhh
maassss..ennaakkkeee.. ” “Hhh..hh..iyo bude. Tempekmu jik
nyengkerem pisannn..”.
Kemudian bude semakin memiringkan tubuhnya, sedetik kemudian ia menaiki
tubuhku tanpa melepas kontolku. Diciumi seluruh wajahku. Bude lalu
menggerakkan tubuhnya maju mundur dengan rebah di tubuhku. Seluruh
kontolku terbenam. Lalu bude beranjak bangun. Pinggangnya tetap maju
mundur. Suatu pemandangan yang termasuk kusukai. Seorang perempuan di
atas tubuhku dengan membungkus kontolku di dalam tempeknya, lalu maju
mundur.
Bude mendongakkan kepalanya,”aahhh…sssshhhh..”. Kuremas sedikit kuat dua
susunya dan pentil-pentilnya kumainkan. Bude lalu mengangkat sedikit
bokongnya. Rupanya ia ingin naik turun. Bunyi benturan pahaku dan
bokongnya serta basah tempeknya makin terdengar. Punggung bude aku
elus-elus. “Ooohh..ooohh..ohhh..”, desah nafsu bude terdengar. Rambutnya
tergerai menutupi sebagian wajahnya. Tangan kiriku menggapai kepalanya
lalu kucium kuat bibirnya. Bude semakin naik turun dengan cepat. Seluruh
bidang tubuhnya aku elus. Bude menatapku,”maassss…”. Tanpa aku bertanya
tentu sudah tahu maksudnya. Bokong bude aku pegang erat dan kubantu
naik turun. Bude bicara lirih,”aayyooo mmaaasss…tokno
barengannn..ooouuuhh..”. Kontolku yang memang sudah
sekitar 5 menit ini semakin mengencang tentu akan aku turuti. Kucium
lembut bude,”iyo budeee..aku yo ape metu iikkiii..”. Setelah empat kali bude menghentakkan tempeknya ke
kontolku, yang kelima,”uuufffsss…mmmaasss..akkkuu mmettuuu..”. Dua tarikan nafas kemudian,”bbuuddeee..aakkuuu muunnccrraaattt”. Desiran air kenikmatan bude mengaliri batangku, disertai
jepitan yang cukup kuat. Tiga kali aku memuntahkan sperma. Tempek bude
masih terasa berkedut-kedut. Bude merebahkan tubuhnya. Kupeluk tubuh
bude. Pipi kananku dielus-elus,”makasih ya mas..kontolmu enak tenan..” “Aku yo matur nuwun bude..uenak iso kelonan
ngene”. Bude lalu kugulingkan ke sisi kiriku. Kami berpelukan hingga
tertidur.
Mataku terbuka sebentar saat kurasakan ada gerakan disampingku. Kulihat
bude bangun dan seperti akan ke kamar mandi. Kulihat jam dinding
menunjukkan pukul 3 pagi. Bude menuju kaca rias dulu, mungkin meneliti
adakah bekas cupangku di lehernya. Dari kaca rias bude menatapku dan
tersenyum. Aku bangun dan menghampirinya. “Nggak aku cupang kok
bude..nanti orang-orang tau bisa bahaya,” sambil kupeluk dari belakang.
Tangan kanan bude menggapai kepalaku lalu mengelusnya. “Aku tau
mas..kita harus jaga itu”. Dua tanganku kembali nakal. Menyusuri perut,
dada, bokong bude. Ia menggeliat manja. Kuremas-remas susu bude.
Kontolku tanpa kuminta langsung ngaceng. Aku gesek-gesekkan di tempek
bude. “Ssshh..aahhh..kamu memang nakkaalll mmasss…”. Kupegang kontolku
dengan tangan kanan lalu dengan hentakan lembut kumasukkan ke tempek
bude. “Oouufff..kamu pingin lagiii mmasss?” “Kalo bude nggak pingin ya
aku keluarin sekarang..” “Aahh..ojo mmasss..nyikso aku kowweee..”. Kugerakkan cepat pinggangku. Beradunya pahaku
dan bokong bude memenuhi kesepian kamar. Dua tangan bude memegang erat
meja rias. Sesekali menatapku dengan bibir sedikit terbuka. Tiba-tiba
aku hentikan dan pergi ke kamar mandi. “Lho mas..kok mandeg..malah
ngalih..”, bude bingung sekaligus
kecewa. Aku sengaja menggodanya biar makin penasaran.
Aku berhenti di depan bak air setinggi perut. Bude menghampiriku,”kenopo
mas kok mandeg?” Aku tak menjawabnya.
Kupandang bude lalu tertawa dengan menahan agar orang lain tidak
curiga,”hihi..sorry bude tak gudo..”. Bude spontan
cemberut lalu dua tangannya akan memukulku. Kutangkap lalu kupeluk dan
cium bibirnya. Bude lalu meremas-remas rambutku,”jahil kamu masss…”.
Kami berciuman panas menjelang subuh di kamar mandi. Sebentar kemudian
kubalik badan bude dan kuposisikan menghadap bak mandi. Bude sejenak
menoleh menatapku dengan sendu. Cepat kumasukkan kembali kontolku.
“Aahhh..,” desah kami hampir bersamaan. Aku gerakkan pinggangku
dalam-dalam dan sesekali cepat. Bude menggengam erat pinggir bak mandi.
Kulihat sabun cair di sisi kiriku. Aku tuang sedikit dan kucampur dengan
air, lalu aku usapkan di dua susu bude. Bude sedikit bergidik karena
air bak yang dingin menjelang pagi itu. “Maaasss..,” bude mendesah
manja. Dua tanganku makin leluasa menyusuri susu, perut dan tempek bude
karena licin. Pentil-pentil bude terasa lebih mengencang. Bokong bude
sekarang aku sabuni. Itil bude aku elus-elus dengan cepat. Kepala
bude menunduk ke bak mandi dan tubuhnya agak doyong ke depan. Aku
tegakkan kembali tubuh bude. “Buddeee..aayyooo metttuuu,”
bisikku di kuping kirinya. “Aayyyoo mmaasss..aaassshhhh..”. Kugerakkan
makin cepat pinggangku. Dua tanganku menangkupi susu bude dan
meremas-remasnya. Cengkeraman tangan bude di bak mandi makin kuat.
“Ahhh..buudddeee..ssshhh..”. Tiga detik
kemudian,”mmaass..ssaaayyyaaannggg..oouuhhhfff..”. Tanpa bisa kucegah
tubuh bude doyong seperti menimpa pinggir bak mandi karena seakan aku
tak punya tenaga lagi. Dua tanganku masih menutupi susu bude Yayuk. Aku
lalu memeluk perut bude dan mencium bibirnya dari samping kiri. Bude
berbalik dan menciumiku mesra lalu memelukku. Tubuh kami basah oleh air
dan sabun sepagi itu. Kami saling membersihkan sabun yang masih menempel
dengan air tapi diusahakan tidak menimbulkan suara, agar orang rumah
tidak curiga. Bude menggandengku menuju tempat tidur. Kami berpelukan
bagai sepasang kekasih dalam satu ranjang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar