Pengalaman-pengalaman saya ini dimulai pada akhir tahun lalu, yang
juga merupakan perkenalan pertama saya dengan sebuah Website cerita
cerita dewasa.
Sebelum kejadian-kejadian tersebut, saya adalah
seorang ibu rumah tangga yang baik dan tanpa cacat (menurut saya lho).
Umur saya 42 tahun. Saya memiliki dua orang anak keduanya laki-laki.
Anak saya terbesar Tony berumur 15 tahun di kelas tiga SMP, sedangkan
sikecil Sandy masih berusia 4 tahun. Suami saya bekerja di suatu
instansi pemerintah dan kami hidup normal dan bahagia. Saya sendiri
seorang sarjana dari perguruan tinggi ternama di negara ini tetapi
memilih tidak bekerja. Saya taat beragama dan mengenakan jilbab hingga
sekarang.
Tetapi sejak kejadian-kejadian ini, saya merasa sebagai
wanita berdosa yang tidak lagi mampu menghindari dosa bersetubuh dengan
laki-laki yang bukan suami sendiri. Membayangkan kejadian-kejadian
tersebut saya selalu ingin menangis tetapi pada saat yang sama saya juga
didera oleh nafsu birahi membara yang tidak mampu saya atasi.
Kejadiannya adalah sebagai berikut. Saat itu sore hari sekitar jam tiga
dan saya baru saja bangun tidur dan Sandy masih tertidur di sebelah
saya. Sedangkan suami saya masih bekerja di kantor nya.
Dari dalam
kamar saya dapat mendengar suara komputer yang dimainkan anak saya Tony
di ruang tengah yang berbatasan langsung dengan kamar tidur saya. Kami
berlangganan internet (saya sering juga browsing di internet dan mahir
menggunakan komputer) dan sedangkan Tony sering sekali menggunakan
komputer, tetapi saya tidak tahu persis apa yang dimainkan. Saya kira
dia hanya main game saja. Pintu kamar saya agak terbuka.
Saya
bermaksud untuk keluar dari kamar, tetapi ketika saya menarik pintu, apa
yang terlihat membuat saya tertegun dan mengurungkan niat tersebut. Apa
yang terlihat dari balik pintu membuat hati saya betul-betul
terguncang. Walau agak kurang jelas, saya masih dapat melihat di layar
komputer tampak sosok wanita kulit putih telanjang tanpa busana dengan
posisi terlentang dan kaki terbuka dengan tempek yang tampak jelas.
Saya menjadi kesal karena Tony yang masih anak-anak melihat hal-hal yang
sangat terlarang tersebut. Tetapi yang kemudian membuat saya shock
adalah setelah saya menyadari bahwa Tony sedang mengurut-urut kontolnya.
Dari dalam kamar saya dapat melihat resleting celana Tony terbuka dan
celananya agak turun. Tony sedang duduk melihat layar sambil
mengusap-usap kontolnya yang tampak berdiri tegang dan kaku.
Sejak
dia disunat lima tahun yang lalu saya, hampir tidak pernah lagi melihat
anak saya itu telanjang. Tony sudah dapat mengurus dirinya sendiri.
Tinggi Tony sekitar 158 cm dan sudah hampir sama dengan tinggi saya yang
sekitar 162 cm. Samar-samar saya dapat melihat jembutnya yang
tampaknya masih sedikit. Saya betul-betul tercengang melihat semua ini. Kontolnya memang tidak berukuran besar tetapi melihat demikian kakunya
batang anak ini membuat saya tanpa sadar berdebar. Batang kontolnya
tampak berwarna coklat kemerahan dengan urat-urat yang menonjol
kebiruan. Samar-samar saya dapat mendengar napasnya yang terengah. Tony
sama sekali tidak menyadari bahwa saya sudah bangun dan melihat
kelakuannya dari balik pintu.
Kejadian Tony membelai-belai kontolnya ini berlangsung terus selama lebih kurang empat-lima menit
lamanya. Yang mengagetkan adalah reaksi kewanitaan tubuh saya, ternyata
jantung saya terasa berdebar keras menyaksikan batang kontol yang
demikian kaku dan berwarna semakin merah, terutama bagian kepalanya.
Pandangan saya beralih-alih dari kemaluan wanita telanjang di layar
komputer ke kontol anak saya sendiri yang terus diusap-usapnya. Gerakan
tangannya semakin cepat dan mencengkeram bagian kontolnya dengan muka
yang tampak tegang memandangi layar monitor. Kepala kontol yang mengeras
itu tampak diremas-remasnya. Astaga .., dari lubang di kontolnya
berleleran keluar cairan bening. Cairan kental bening tersebut
diusap-usap oleh jari Tony dan dioles-oleskan ke seluruh kontolnya.
Kini ia juga menekan-nekan dan meremas kantung pelir dan dimainkannya
bolanya. Kemaluan itu kini tampak basah dan berkilap. Napas Tony
terdengar sangat keras tetapi tertahan-tahan. Saya merasa napsu birahi
saya muncul, tubuh saya mulai gemetar dan darah mengalir di dalam tubuh
dengan deras. Napas sayapun mulai tak teratur dan saya berusaha agar
napas saya tak terdengar oleh Tony.
Apa yang saya lihat selanjutnya
membuat saya sangat tergetar. Tubuh Tony tampak mengejang dengan kakinya
agak terangkat lurus kaku, sementara tangannya mencengkeram batang kontol itu sekuat-kuatnya.
“Eeegh, heeggh .”, Tony mengerang agak
keras, dan ya ampun …, yang tidak saya sangka-sangka akhirnya terjadi
juga. Dari lubang di kepala batang kemaluannya terpancar cairan putih
kental. Tony yang saya anggap anak kecil itu memuncratkan air mani.
Cairan kental itu memuncrat beberapa kali. Sebagian jatuh ke perutnya
tetapi ada juga yang ke lantai dan malah sampai ke keyboard komputer.
Tangan Tony mencengkeram kontol yang memerah itu dan menariknya
sekuatnya ke pangkal batang. Ohhh .., kontol itu tampak kaku, tegang,
urat-urat menonjol keluar, pejuh muncrat keatas. Melihat pejuh muncrat
seperti itu segera saja saya merasakan lonjakan birahi yang luar biasa
di sekujur tubuh saya. Tempek saya terasa menjadi basah dan napas saya
menjadi tersengal sengal
Saya berusaha mengendalikan diri dari
rangsangan birahi sebisa-bisanya, ada semacam perasaan tidak enak dan
bersalah yang tumbuh menyaksikan anak saya dan terutama atas reaksi
tubuh saya seperti ini. Tony masih terus mengurut-urut batang kontolnya
dan air mani yang tersisa tampak mengalir sedikit-sedikit dari lubang
kencing di kepala kontolnya. Tony melumuri permukaan kontolnya dengan pejuh tadi dan terus menggosok-gosok kontolnya. Kini kontol itu
tampak diselimuti oleh pejuh berwarna keputihan. Samar-samar saya dapat
mencium bau pejuh yang bertumpahan karena jarak saya dengan Tony
sebetulnya sangat dekat hanya dua meteran.
Tony tampak mulai tenang
dan napasnya semakin teratur. kontol yang berleleran air pejuh mulai
mengendur. Ia menghela napas panjang dan tampak lega terpuaskan. kontol
itu sekarang tampak terkulai kecil dan lemah berwarna kecoklatan, sangat
berbeda dengan kejadian beberapa menit yang lalu. Tony kemudian berdiri
dan menuju ke kamar mandi. Ia masuk ke kamar mandi dan menutup
pintunya.
Seolah-olah ada yang menuntun, saya berjingkat menuju
komputer tanpa menimbulkan bunyi. Saya memandang lekat ke layar
komputer, mengagumi tubuh wanita muda berkulit putih (orang Barat) yang
telah mengundang nafsu anak saya. Tanpa sadar saya menghela napas
melihat kontolnya. Rambut jembutnya berwarna kecoklatan tampak tertata
seperti pernah dicukur. Sesuatu yang tidak pernah saya lakukan pada
rambut kemaluan saya dan tak pernah terpikirkan untuk melakukannya.
Pandangan saya beralih ke tetesan-tetesan mani yang tampak di dekat
keyboard. Saya mengusap pejuh tersebut dengan jari dan entah mengapa saya
mencium dan menjilati jari tangan saya yang berleleran dengan pejuh.
Rasanya asin dan baunya terasa lekat, tetapi nafsu birahi saya
terbangkit lagi. Saya tidak ingin Tony curiga. Dari layar komputer saya
melihat address internetnya adalah ………. (tidak perlu saya sebutkan) dan
saya catat saja di dalam hati. Saya berjingkat masuk kamar dan
membaringkan tubuh. Tak lama saya dengar Tony kembali ke komputernya dan
saya kira ia sedang membersihkan sisa-sisa mani yang tadi ia
muncratkan. Kemudian saya dengar ia bermain game (kedengaran dari bunyi
nya).
Lima belas menit kemudian saya pura-pura baru saja terbangun
dan keluar dari kamar. Sikap Tony tampak agak canggung tetapi saya kira
ia yakin bahwa kejadian tadi tidak saya ketahui. Saya sendiri bersikap
seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa.
Sejak saat itu saya merasa
ada perubahan luar biasa pada diri saya. Sebelumnya saya melakukan
hubungan sex dengan suami hanyalah sebagai suatu hal yang rutin saja.
Kejadian Tony melakukan onani didepan computer membuat saya menemukan
sesuatu yang baru dalam hal soal sex. Sesuatu yang menggairahkan, nafsu
birahi yang menggelegak, tetapi sekaligus perasaan dosa, karena ini
dibangkitkan oleh kejadian yang dilakukan anak saya sendiri. Apa yang
dilakukan anak saya membuat saya shock, tetapi yang juga mengerikan
adalah justru anak saya sendiri membangkitkan nafsu birahi saya yang
menyala-nyala. Tony yang selalu saya anggap anak masih kecil dan tidak
mungkin berhubungan dengan hal hal yang berbau sex dan porno. Selalu
terbayang di mata saya wajah Tony dengan napas terengah engah dan muka
tegang, kocokan tangannya, batang kontol yang berwarna kemerahan sangat
tegang dengan urat yang menonjol. Air pejuh yang memuncrat-muncrat dari
lubang kontolnya. Ya Tuhan .. , kontol itu adalah milik anak saya.
Sejak kejadian itu saya sering terbayang kontol Tony yang sedang
memuncrat - muncratkan pejuhnya. Kontol yang kaku itu tidak berukuran
besar, menurut saya tidak terlalu panjang dan besar menurut usianya.
Tetapi yang tidak dapat saya lupakan adalah warnanya yang kemerahan
dengan urat-urat hijau kebiruan yang menonjol. Saat itu penis itu begitu
tegang berdiri hampir menyentuh perutnya. Jika mengingat dan
membayangkan kejadian itu, birahi saya mendidih, terasa ada cairan
merembes keluar dari lubang kemaluan saya.
Hal lain yang memperparah
keadaan adalah, sejak hari kejadian itu, saya mulai berkenalan dengan
dunia baru yang tidak pernah saya datangi sebelumnya. Saya sudah biasa
browsing di Yahoo ataupun yang lain. Tetapi sejak mengenal “Cerita
Dewasa” saya mulai mengarungi dunia lain di internet. Sehari sesudah
kejadian Tony onani, saya mulai membuka-buka situs “Cerita Dewasa” Tentu
saja itu saya lakukan pada saat tidak ada orang di rumah. Pembantu
saya, setelah melakukan tugas didalam rumah, biasanya selalu mendekam
dikamarnya. Tony belum pulang dari sekolahnya, sedangkan Suami saya
masih di kantornya. Saya hanya berdua dengan Sandy yang biasanya lebih
senang bermain di kamar tidur.
Saat itulah saya mulai mencoba-coba
“Cerita Dewasa” Saya tidak menyangka ada suatu situs internet menyajikan
cerita dan gambar pornografi yang seperti itu. Saya membuka - buka
gambar wanita-wanita telanjang yang tampak tidak malu-malu memperagakan
bagian kewanitaannya yang seharusnya ditutup rapat rapat. Mereka
tampaknya menikmati apa yang mereka lakukan dengan mempertontonkan
bagian tubuhnya yang terlarang.
Pada hari itu saya mulai juga
menemukan situs-situs lain yang lebih porno. Ada sekitar 3 jam saya
berpindah-pindah dan mempelajari dunia sexual penuh nafsu yang tidak
pernah saya bayangkan sebelumnya. Laki-laki dan perempuan bersetubuh
dengan berbagai macam cara yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya
dan yang tidak pernah saya praktekkan sebelumnya dengan suami. Ada
perempuan yang menghisap penis berukuran sangat besar (kelihatannya
lebih besar dari penis suami saya) hingga penis itu memuntahkan air
maninya. Astaga, perempuan itu membiarkan mani itu muncrat sampai
membasahi wajahnya, berleleran, dan bahkan meminumnya tanpa ada rasa
jijik.
Sejak saat itu setiap hari saya menjelajahi internet. Saya
mempelajari semua bentuk sex yang ada di situs-situs itu. Penis orang
negro yang hitam legam dan panjang agak mengerikan bagi saya, tetapi
juga membangkitkan birahi saya. Membayangkan penis hitam panjang itu
menembus kemaluan wanita, panas dingin saya membayangkannya. Yang
betul-betul baru buat saya adalah anal-sex. Saya meraba-raba dubur saya
dan berpikir apakah tidak menyakitkan. Tetapi wanita-wanita dengan
lubang dubur yang menganga dan tertembus penis itu tampaknya terlihat
nikmat nikmat saja.
Tetapi yang paling membangkitkan birahi saya
adalah persetubuhan orang Jepang. Mungkin karena mereka sama-sama orang
Asia, jadi tampak lebih real dibandingkan dengan wanita kulit putih. Dan
mungkin ada kesan surprise juga bagi saya, bahwa orang-orang Jepang
yang tampak sopan itu dapat begitu bernafsu di dalam sex. Saya memang
bukan orang keturunan Chinese, tetapi kulit saya cukup putih untuk
ukuran orang Indonesia. Jadi saya melihat semacam ada kesamaan antara
diri saya dengan wanita Jepang itu walau tentunya kulit saya tidak
seputih mereka. Yang agak surprise adalah rambut kemaluan wanita wanita
Jepang yang cenderung hitam lebat, tidak dicukur seperti kebanyakan
orang kulit putih. Wanita Jepang juga memiliki kulit kemaluan,
bibir-bibir mem*k yang berwarna gelap kecoklatan, mirip seperti kemaluan
saya sendiri (Ya Allah, saya sampai menuliskan hal-hal seperti ini,
ampun ya Allah).
Saya juga mendapatkan suatu situs (kalau tidak
salah dari ……..com) di mana wanita-wanita muda Jepang mengisap penis
hingga muncrat dan air mani yang sangat banyak berleleran di mukanya
yang berkulit putih. Saya selalu panas dingin melihat itu, dan tanpa
sadar saya membayangkan lagi penis kecil Tony yang tegang dan
memuncratkan air maninya.
Kehidupan sex internet yang paling
memabukkan saya adalah cerita-cerita nafsu di “Cerita Dewasa” dan
melebihi segala suguhan gambar sex yang ada. Saya sangat terangsang
membaca cerita-cerita menakjubkan itu. Tidak saya sangka bahwa kehidupan
sex orang-orang Indonesia dapat seliar dan juga seindah itu. Yang
paling merangsang dan membuat saya agak histeris adalah cerita sex
antara orang yang masih sedarah, seperti antara tante dengan keponakan,
antara sepupu, saudara ipar, atau malah antara anak dan mertua. Mungkin
ini karena perasaan saya terhadap Tony anak saya. Di situs lain, saya
pernah membaca cerita sexual antara anak dengan ibunya. Saya sampai
menangis membaca cerita itu, tetapi juga sekaligus merasakan birahi yang
luar biasa. Ini tidak berarti bahwa saya berniat menyetubuhi anak saya
sendiri, saya takut atas dosanya. Namun tidak dapat saya pungkiri, bahwa
saya terkadang membayangkan kont*l Tony yang sangat kaku itu masuk ke
dalam mem*k saya. Saya selalu mohon ampun di tiap doa dan sembahyang,
tetapi pada saat sama saya juga tak berdaya. Saya mulai membayangkan
laki-laki dari keluarga dekat saya, ipar-ipar saya. Saya kira kejadian
berikutnya yang akan saya ceritakan adalah takdir yang tidak dapat saya
hindarkan. Saya begitu lemah dari godaan setan dan sangat menikmati apa
yang saya perbuat.
Kejadian itu adalah pada sore hari sekitar jam
setengah empat, beberapa minggu setelah kejadian saya memergoki Tony
beronani, kalau tidak salah dua atau tiga hari menjelang bulan puasa
Ramadhan. Saya baru saja selesai Ashar. Sebelumnya saya baru menutup
internet, membaca cerita-cerita di “Cerita Dewasa” Dengan shalat saya
merasa agak tenang. Pada saat shalat itu akan selesai, saya mendengar
ada ketukan pintu, ada tamu. Apa boleh buat, si tamu harus menunggu saya
selesai.
Sesudah selesai shalat saya intip dari dalam, ternyata dia
adalah Budi. Ia adalah suami dari ipar (adik suami) saya. Saya sangat
dekat dengan Dian, istri Budi. Saya juga mempunyai hubungan baik dengan
Budi. Ia berumur kira-kira 36 tahun, berwajah tampan dengan kulit putih
dan kuakui lebih tampan dari suami saya. Perawakannya tidak tinggi,
hanya sekitar 164 cm, hampir sama dengan tinggi saya. Dia bekerja di
instansi yang sama dengan suami saya (mungkin hasil kkn ya ?)
Melihat Budi di luar saya jadi agak terburu-buru. Biasanya saya menemui
orang yang bukan suami dan anak (atau wanita) selalu dengan mengenakan
pakaian wanita rapi dan tertutup rapat. Karena terburu-buru dan tanpa
saya sadari, saya hanya mengenakan baju tidur berkain halus warna putih
sebatas lutut berlengan pendek dengan kancing-kancing di depan. Untung
saya masih sempat mengenakan secarik kain selendang warna hitam untuk
menutup kepala, bukan jilbab, tetapi seperti selendang tradisional yang
diselempangkan di kepala hanya untuk menutup rambut. Leher saya terbuka
dan telinga saya terlihat jelas. Apa boleh buat saya tidak dapat
membiarkan Budi menunggu saya didepan rumah terlalu lama.
Saya
membuka pintu. Budi tersenyum melihat saya walaupun saya tahu dia agak
heran melihat saya tidak berpakaian seperti biasanya.
“Apa kabar kak Win”, sapanya, “Saya membawakan titipan pakaian dari Dian, untuk Sandy “.
“Eh, ayo masuk Bud, baru dari kantor ya ?”, dan saya persilakan dia masuk.
Saya lalu mengambil barang yang dibawa Budi dan meletakkannya di meja
makan. Meja makan terletak di ruang tengah tidak jauh dari meja
komputer. Ruang tengah berhubungan langsung tanpa pembatas dengan ruang
tamu di bagian depan dan dapur di bagian kiri. Dapur dapat terlihat
jelas dari ruang tamu.
Sambil duduk di sofa ruang tamu, Budi
mengatakan “Saya tadi ketemu kak Kamal di kantor katanya baru pulang jam
enam nanti”. Kamal adalah suami saya. “Mana anak-anak, Win ?”, kata
Budi lagi.
“Tony sedang main ke rumah teman dari siang tadi dan
katanya mungkin baru pulang agak malam” kata saya. Tiba-tiba saya
menyadari bahwa kami hanya berdua saja. Terus terang, Budi dan Dian
adalah kerabat yang paling saya sukai karena perangai mereka berdua yang
sopan dan terbuka.
Saya duduk di sofa di seberang agak ke samping
dari kursi sofa yang diduduki Budi. Pada saat saya mulai duduk saya
baru menyadari agak sulit untuk duduk dengan rapi dan tertutup dengan
pakaian yang saya kenakan. Posisi alas duduk sofa cukup rendah sehingga
pada saat duduk lutut terasa tinggi dibandingkan dengan pantat. Jadi
bagian bawah paha saya agak terangkat sedikit dan agak sulit tertutup
sempurna dengan pakaian seperti yang saya kenakan dan pada saat duduk
ujung pakaian tertarik sedikit ke atas lutut. Budi tampak agak terkesiap
melihat saya. Sekilas ia melirik ke lutut dan paha saya yang memang
putih dan tidak pernah kena sinar matahari (saya selalu berpakaian
muslim ke luar rumah). Saya agak malu dan canggung (saya kira Budi juga
tampak agak canggung). Tetapi kami sudah bukan remaja lagi dan dapat
menguasai diri.
“Apa kabar Dian, Bud”, tanya saya.
“Dian beberapa hari ini kurang sehat, kira-kira sudah semingguan lah”, kata Budi.
“Bagaimana Tony, Win ?, apa enggak ada pelajaran yang tertinggal ?”, Budi balik bertanya.
“Yah, si Tony sudah mulai oke koq dengan pelajarannya. Mudah-mudahan saja sih prestasinya terus-terusan bagus”, saya jawab.
Tiba-tiba Budi bilang ” Wah, kayak-kayaknya Tony semakin getol main
komputernya yah Win, kan sudah hampir SMA”. Deg perasaan saya, semua
pengalaman internet jadi terbayang kembali. Terutama terbayang pada Tony
saat ia beronani di depan komputernya.
“Eh, kenapa kak Win, koq kaya seperti orang bingung sih ?”, Budi melihat perubahan sikap saya.
“Ah, tidak apa-apa kok. Tapi si Tony memang sering sekali main
komputer.” kata saya. Saya mendadak merasakan keberduaan yang mendalam
di ruangan itu. Saya merasa semakin canggung dan ada perasaan berdebar.
Untuk menghindar dari perasaan itu saya menawarkan minum pada Budi, “Wah
lupa, kamu mau minum apa Bud ?”.
“Kalau tidak merepotkan, saya minta kopi saja deh”, kata Budi. Saya tahu, Budi memang paling suka minum kopi.
Saya bangkit berdiri dari sofa. Tanpa saya sengaja, paha dan kaki saya
sedikit terbuka pada saat saya bangun berdiri. Walaupun sekilas, saya
melihat pandangan mata Budi melirik lagi ke paha saya, dan tampak agak
gugup. Apakah dia sempat melihat bagian dalam paha saya, pikir saya di
dalam hati.
“Tunggu sebentar ya..”, kata saya ke Budi. Sebelum
membuat kopi untuk Budi, saya ke kamar tidur dulu untuk menengok Sandy.
Sambil menuju ke kamar saya melirik sebentar ke arah Budi. Budi tampak
tertunduk tetapi tampak ia mencuri pandang ke arah saya.
Saya
tersadar bahwa penampilan pakaian saya yang tidak biasanya telah menarik
perhatiannya. Terutama sekali mungkin karena posisi duduk saya tadi
yang sedikit menyingkap bagian bawah pakaian saya. Saya yang terbiasa
berpakaian muslim tertutup rapat, ternyata dengan pakaian seperti ini,
yang sebenarnya masih terbilang sopan, telah mengganggu dan menggugah
(sepertinya) perhatian Budi. Menyadari ini saya merasa berdebar-debar
kembali, dan tubuh saya terasa seperti dialiri perasaan hangat.
Anak
saya Sandy masih tertidur nyenyak dengan damainya. Tanpa sengaja saya
melihat cermin lemari pakaian dan menyaksikan penampilan saya di kaca
yang membuat saya terkesiap. Ternyata pakaian yang saya kenakan tidak
dapat menyembunyikan pola pakaian dalam (bra dan celana dalam) yang saya
kenakan. Celana dalam yang saya pakai terbuat dari bahan (agak tipis)
berwarna putih sedangkan kutangnya berwarna hitam. Karena pakaian yang
saya kenakan berwarna putih dan terbuat dari bahan yang agak halus maka
celana dalam dan bh tadi tampak terbayang dari luar. Ya ampun ., saya
tidak menyadari, dan tentunya Budi dapat melihat dengan leluasa. Saya
menjadi merasa agak jengah. Tetapi entah mengapa ada perasaan lain yang
muncul, saya merasa sexy dan ada perasaan puas bahwa Budi memperhatikan
penampilan saya yang sudah cukup umur ini. Tubuh saya tampak masih
ramping dengan kulit yang putih. Kecuali bagian perut saya tampak ada
sedikit berlemak. Budi yang saya anggap sopan dan ramah itu ternyata
memperhatikan tubuh dan penampilan saya yang sebetulnya sudah tidak muda
lagi. Saya merasa nakal dan tiba-tiba perasaan birahi itu muncul
sedikit demi sedikit. Bayang-bayang persetubuhan dan sex di internet
melingkupi saya. Oh., bagaimana ini.. Aduh ., birahi ini, apa yang harus
dilakukan.
Saya jadi tidak bisa berpikir lurus. Saya berusaha
menenangkan diri tetapi tidak berhasil. Akhirnya saya putuskan, saya
akan melakukan sedikit permainan, dan kita lihat saja apa nanti yang
akan terjadi. Saya merasa jatuh ke dalam takdir. Dengan dada berdebar,
perasaan malu, perasaan nakal, dan tangan agak gemetar, saya membuka
kancing baju saya yang paling bawah. Bagian bawah dari baju saya
sekarang tersibak hingga 15 cm di atas lutut. Mungkin bukan seberapa,
tetapi bagi saya sudah lebih dari cukup untuk merasakan kenakalan
birahi. Satu lagi kancing baju yang paling atas saya buka sehingga
bagian atas yang mulai menggunduk dari susu saya mulai terlihat. Susu saya tidak besar, berukuran sedang-sedang saja. Sambil
berdebar-debar saya keluar kamar menuju dapur.
“Wah maaf ya Bud,
agak lama, sekarang saya buat dulu kopinya.” kata saya. Saya dapat
merasakan Budi memandang saya dengan perhatian yang lebih walaupun tetap
sangat sopan. Ia tersenyum, tetapi lagi-lagi pandangannya menyambar
bagian bawah tubuh saya. Saya tahu bahwa untuk setiap langkah saya,
pakaian bawah saya tersibak, sehingga ia dapat melihat bagian paha saya
yang mulai sangat memutih, kira-kira 20 cm di atas lutut. Saya merasa
sangat sexy dan nakal, dibarengi dengan birahi. Saat itu saya tidak
ingat lagi akan suami dan anak. Pikiran saya sudah mulai diselimuti oleh
nafsu berahi.
Saya berpikir untuk menggoda Budi. Saya membuka
lemari dapur dan membungkuk untuk mengambil tempat kopi dan gula. Saya
sengaja membungkukkan pinggang ke depan dengan menjaga kaki tetap lurus.
Baju saya bagian belakang tertarik ke atas sekitar 20 cm di atas
lipatan lutut dan celana dalam tercetak pada baju karena ketatnya. Saya
dapat merasakan Budi memandangi tubuh saya terutama pantat dan paha
saya. Kepuasan melanda saya yang dapat menarik perhatian Budi. Saya
merasa Budi selalu melirik-lirik saya ke dapur selama saya menyiapkan
kopi.
Secangkir kopi yang masih panas saya bawa ke ruang tamu. Tepat
di depan sofa ada meja pendek untuk meletakkan penganan kecil atau pun
minuman. Saya berjongkok persis di seberang Budi untuk meletakkan kopi.
Saya berjongkok dengan satu lutut di lantai sehingga posisi kaki agak
terbuka. Samar-samar saya mendengar Budi mendesis. Sambil meletakkan
kopi saya lirik dia, dan ternyata ia mencuri pandang ke arah paha-paha
saya. Saya yakin ia dapat melihat nyaris ke pangkal paha saya yang
tertutup celana dalam putih. Sambil berjongkok seperti itu saya ajak dia
ngobrol.
“Ayo di minum kopinya Bud, nanti keburu dingin”, kata saya.
“Oh, ya, ya, terima kasih”, kata Budi sambil mengambil kopi yang memang
masih panas, sambil kembali pandangannya menyambar ke arah bagian dalam
paha saya.
“Apa tidak berbahaya terlalu banyak minum kopi, nanti ginjalnya kena”, tanya saya untuk mengisi pembicaraan.
“Memang sih, tetapi saya sudah kebiasaan”, kata Budi. Sekitar tiga
menitan saya ngobrol dengan Budi membicarakan masalah kopi, sambil tetap
menjaga posisi saya. Saya lihat Budi mulai gelisah dan mukanya agak
pucat. Apakah ia terangsang, tanya saya dalam hati.
Saya kemudian
bangkit dan duduk di sofa di tempat semula saya duduk. Saya duduk dengan
menyilangkan kaki dan menumpangkan paha yang satu ke atas paha yang
lain. Saya melihat lagi Budi sekilas melirik ke bagian tubuh saya .
“Hemmhhh ..”, saya mendengar Budi menghela napas. Bagian bawah baju saya
tertarik jauh ke atas hingga setengah paha, dan saya yakin Budi dapat
melihat paha saya yang terangkat (di atas paha yang lain) hingga dekat
ke pantat saya.
Kami terdiam beberapa saat. Secara perlahan saya
merasakan tempek saya mulai berdenyut. Suasana ini membuat saya mulai
terangsang. Pandangan saya tanpa terasa menyaksikan sesuatu yang
mengguncang dada. Saya melihat mulai ada tonjolan di celana Budi di
bagian dekat pangkal paha. Dada saya berdebar-debar dan darah terasa
mendesir. Saya tidak sanggup mengalihkan pandangan saya dari paha Budi.
Astaga, tonjolan itu semakin nyata dan membesar hingga tercetaklah
bentuk seperti batang pipa. Oh., ukuran tonjolan itu membuat saya
mengejang. Saya merasa malu tetapi juga dicengkeram perasaan birahi.
Muka saya terasa memerah. Saya yakin Budi pasti menyaksikan saya
memandangi tonjolan kont*lnya.
Untuk memecahkan suasana diam saya
berusaha mencari omongan. Sebelumnya saya agak menyandar pada sofa dan
menurunkan kaki saya dari kaki yang lain. Sekarang saya duduk biasa
dengan paha sejajar agak terbuka. Bagian bawah baju saya tertarik ke
atas.
“Ehhheeehh”, terdengar desah Budi. Kini ia dapat melirik dan
menyaksikan dengan leluasa kedua belah paha saya hingga bagian atas.
Sebagai seorang ibu yang sudah beranak, paha saya cukup berisi dengan
sedikit lemak dan berwarna putih. Budi seolah tidak dapat mengalihkan
pandangannya dari paha saya. Ohhhh .., saya lihat tonjolan di celananya
tampak berdenyut. Saya merasakan nafsu yang menggejolak dan pumya
keinginan untuk meremas tonjolan itu.
“Eh .. Bud, kenapa kamu? Kamu kok kayaknya pucat lho”, astaga suara saya terdengar gemetar.
“Ah.., kak Win .., enggak … apa-apa kok”, suara Budi terputus-putus, wajahnya agak tersipu, merah dan tampak pucat.
“Itu kok ada tonjolan, memangnya kamu kenapa?”, kata saya sambil
menggangukkan kepala ke tonjolan di celananya. Ahh, saya malu sekali
waktu mengucapkan itu, tapi nafsu saya mengalahkan semua pikiran normal.
“Ehh.., euuuh., oh yahh ., ini lho, penampilan kak WIN beda sekali
dengan biasanya” kata Budi jujur sambil terbata-bata. Saya paksakan diri
untuk mengatakan.
“Apa Budi tertarik . terangsang .. melihat kak Win?”.
“Ahh, saya nggak bisa bohong, penampilan kak Win .. eh . tidak
biasanya. Kak Win mesti sudah bisa lihat kalau saya terangsang. Kita kan
sudah bukan anak kecil lagi” kata Budi.
Tiba-tiba saja Budi berdiri dan duduk di sebelah saya.
“Kak Win, . eh saya mohon mohon maaf, tapi saya tidak sanggup menahan
perasaan. Kak Win jangan marah … ” begitu saja meluncur kata-kata itu
dari Budi. Ia mengucapkan dengan sangat perasaan dan sopan. Saya
terlongong-longong saja mendengar kata - katanya..
“Ahh .. Bud .”,
hanya itu kata yang terucap dari mulut saya. Dengan beraninya Budi mulai
memegang tangan kanan saya dan mengusap-usapnya dengan lembut.
Diangkatnya tangan saya dan diciumi dengan lembut. Dan yang
menggairahkan saya, jari-jari tangan saya dijilat dan dihisapnya. Saya
terbuai dan terangsang oleh perbuatannya. Tiba-tiba saja diletakkannya
tangan saya tepat di atas kontolnya yang menonjol. Tangan saya terasa
mengejang menyentuh benda yang keras dan liat tersebut. Terasa kont*l
Budi bergerak-gerak menggeliat akibat sentuhan dan remasan tangan saya.
“Eehhmm.” Budi mendesah. Tanpa terasa saya mulai meremas-remas tonjolan
itu, dan kontol batang Budi terasa semakin bergerak-gerak.
“Oooh kak Win, eeehhhmmm … ohhgg, nikmaat sekali .”, Budi mengerang.
“Eeehhh . jangan terlalu keras kak meremasnya, ahh .. diusap-usap saja,
saya takut tidak kuat nahannya”, bisik Budi dengan suara gemetar.
Budi mulai membelai kepala saya dengan kedua tangannya. “Kak Win
lehernya putih sekali”, katanya lagi. Saya merasa senang mendengar
ucapannya. Dibelainya rambut saya dengan lembut sambil menatap muka
saya. Saya bergetar memandang tatapannya dan tidak mampu melawan
pandangannya. Budi mulai menciumi pipi saya. Dikecupnya kedua mata saya
mesra. Digesek-gesekkannya hidungnya ke hidung saya ke bibir saya
berlama-lama bergantian. Saat itu tidak hanya birahi yang melanda saya
.. tetapi juga perasaan sayang yang muncul.
Ditempelkannya
bibirnya ke bibir saya dan digesek-gesekkan. Rasa geli dan panas terasa
menjalar merambat dari bibir saya ke seluruh tubuh dan bermuara ke
daerah selangkangan. Saya benar-benar terbuai. Saya tidak lagi
mengusap-usap kontolnya dari balik celana, tetapi kedua lengan saya
sudah melingkari lehernya tanpa sadar. Mata saya terpejam erat-erat
menikmati cumbuannya. Tiba-tiba terasa lidahnya menerobos masuk mulut
saya dan dijulurkannya menyentuh ujung lidah saya. Dijilatinya lidah
saya dengan lidahnya. “Eenggghh ..” Tanpa sadar saya menjulurkan lidah
saya juga. Kini kami saling menjilat dan napas saya tersengal-sengal
menikmati kelezatan rangsangan pada mulut saya. Air ludah saya yang
mengalir dijilati oleh Budi. Seperti orang kehausan, ia menjilati lidah
dan daerah bibir saya.
“Aaauungghh .. ooohhhh…”, saya mulai
mengerang-erang. Napas Budi juga terdengar memburu, “Heeeghh… hhnghh”,
ia mulai mendesah-desah. Muka kami sekarang berlepotan ludah, bau ludah
tercium tetapi sangat saya nikmati. Dikenyot-kenyotnya lidah saya kini
sambil menjelajahkan lidahnya di rongga mulut saya. Saya membuka mulut
saya selebar-lebarnya untuk memudahkan Budi. Sekali-kali ia menghirup
cairan ludah saya. Saya tidak menyangka, laki-laki yang sehari-hari
tampak sopan ini sangat menggila di dalam sex. Dijilat-jilatnya juga
leher saya. Sekali-kali leher saya digigit-gigit. Ohhh .., alangkah
nikmatnya, saya sangat menikmati yang ia lakukan pada saya.
Tiba-tiba Budi menghentikan aktivitasnya, “Kak Win, pakaiannya saya buka
yaahh”. Tanpa menunggu jawaban saya, ia mulai membuka kancing-kancing
baju dari atas hingga ke bawah. Dilepaskannya baju saya. Sekarang saya
tergolek bersandar di sofa hanya dengan BH dan celana dalam saja
beralaskan baju yang sudah terlepas.
“Indah sekali badan kak Win. Putih sekali”, katanya. Diusap-usapnya perut saya.
“Ahh, kak Win sudah tua dan tidak langsing lagi kok Bud”, kata saya
agak sedikit malu, karena perut saya sudah agak gemuk dan mulai
membusung dengan adanya lemak-lemak. Tetapi Budi tampak tidak perduli.
Diciumnya lembut perut saya dan dijilatnya sedikit pusar saya. Rasa geli
dan nikmat menjalar dari pusar dan kembali bermuara di daerah kemaluan
saya.
Budi mengalihkan perhatiannya ke susu saya. Diusap-usapnya
susu saya dari balik BH. Perasaan geli tetapi nyaman terasa pada susu
saya. Tanpa diminta saya buka BH saya. Kini kedua susu saya terpampang
tanpa penutup. Bayu memandangi kedua gundukan di dada saya dengan muka
serius. Susu saya tidaklah besar dan kini sudah agak menggantung dengan
pentil berwarna coklat muda. Kemudian ia mulai membelai-belai kedua susu
saya. Merinding nikmat terasa susu saya. Semakin lama belaiannya
berubah menjadi pijitan-pijitan penuh nafsu. Kenikmatan terasa menerjang
kedua susu saya. Saya mengerang-erang menahan rasa nikmat ini. Kini
dijilatinya pentil susu yang sebelah kanan. Tidak puas dengan itu
dikenyotnya pentil tadi dalam-dalam sambil meremas-remas susu. Saya
tidak dapat menahan nikmat dan tanpa terasa tubuh saya menggeliat-geliat
liar. Cairan terasa merembes keluar tempek saya dan membasahi celana
dalam yang saya kenakan. Kini Budi berpindah ke susu dan pentil saya
yang sebelah kiri dan melakukan hal yang sama. Dikenyutnya pentil saya
sambil digigit-gigit, dan diremas-remasnya pula kedua susu saya.
Perasaan nikmat membakar susu saya dan semakin lama rasa nikmat itu
menjalar ke lubang tempek saya. tempek saya terasa basah kuyup oleh cairan
yang keluar. Saya mengerang-erang dan mengaduh-aduh menahan nikmat,
“Oooohh Buuuud..”.
Tangan Budi sekarang menjalar ke bagian celana
dalam saya. “Ahhh, kak Win celananya sudah basah sekali”, kata Budi.
“Enghh, iya Buud.., kak Win sudah sangat terangsang, ooohhh, nikmat
sekali”, kata saya. Tepat di bagian depan tempek saya, jari-jarinya
membelai-belai bibir tempek melalui celana dalam. Rasa geli bercampur
nimat yang luar biasa menerjang tempek saya. Saya tidak dapat menahan
rasa nikmat ini, dan mengerang -erang.
Kemudian Budi menarik dan melepas celana saya. Kini saya tergeletak menyandar di sofa tanpa busana sama sekali.
“Ohh, indah sekali”, kata Budi. Diusap-usapnya rambut jembut saya yang hitam lebat.
“Lebat sekali kak, sangat merangsang”, kata Budi. Dibukanya kedua belah
paha saya, dan didorong hingga lutut saya menempel di perut dan dada.
Bibir-bibir tempek saya kini terbuka lebar dan dapat saya rasakan lubang tempek saya terbuka. Saya merasa ada cairan merembes keluar dari dalam
lubang mem*k. Saya sudah sangat terangsang. Tiba-tiba saja Budi berlutut
di lantai dan ohhhhh, diciumnya tempek saya.
“Ahh, jangan Bud, malu…, di situ kan bau”, kata saya kagok.
“Bau nikmat kak”, kata Budi tidak perduli. Dijilatinya tempek saya.
Perasaan nikmat menyerbu daerah selangkangan saya. Saya tidak dapat
berkata apa-apa lagi dan hanya menikmati yang dia lakukan. Dijilatinya
kelentit saya, dan sekali-sekali dijulurkannya lidahnya masuk ke lubang tempek yang sudah sangat basah itu. Ujung lidah Budi keluar masuk lubang
kenikmatan saya, kemudian berpindah ke kelentit, terus berganti-ganti.
Tangan Budi meremas-remas susu saya dengan bernafsu. Slerp, slerp ..,
bunyi lidah dan mulutnya di tempek saya. Kenikmatan semakin memuncak di tempek saya, dan terasa menembus masuk hingga ke perut dan otak saya.
Saya tidak mampu lagi menahannya. Kedua kaki saya mengejang-ngejang,
saya menjepit kepala Budi dengan tangan dan saya tarik sekuat-kuatnya ke tempek saya. Saya gosok-gosokkan mukanya ke tempek saya. “Oooh, Buuud,
kak Win keluar, ooooohhh …, nikmat sekali, oohhhh” saya menjerit dan
mengerang tanpa saya tahan lagi.
Rasa nikmat yang tajam seolah
menusuk-nusuk tempek dan menjalar ke seluruh tubuh. Terpaan nikmat itu
melanda, dan tubuh saya terasa mengejang beberapa saat. Sesudah
kenikmatan itu lewat, tubuh saya terasa lemah tetapi lega dan ringan.
Kaki saya terjuntai lemah. Budi sudah berdiri. Ia kini melepas seluruh
bajunya. Celana panjang dipelorotkannya ke bawah dan dilepas bersama
dengan celana dalamnya.
Oohhhhh, tampak pemandangan yang luar biasa.
Budi ternyata memiliki kontol yang besar, tidak sesuai dengan badannya
yang sedang-sedang ukurannya. kontol itu berwarna coklat kemerahan.
Suami saya bertubuh lebih besar dari Budi, tetapi kontol Budi ternyata
luar biasa. Astaga, ia mengocok-kocok kontol itu yang berdiri kaku dan
terlihat mengkedut - kedut. Kepala kontolnya tampak basah karena cairan
dari lubang kencingnya. Tanpa saya sadari, tangan saya menjulur maju dan
membelai kontol itu. Ogghhh besarnya, dan alangkah kerasnya. Saya remas
kepalanya, oohhhh .. Keras sekali, saya peras-peras kepalanya. Budi
mengejang-ngejang dan keluar cairan bening menetes-netes dari lubang di
kepala kontolnya.
“Ahhhhh, jangan kak Win, saya nggak tahan, nanti saya muncrat keluar”, bisiknya sambil mengerang.
“Saya mau keluarkan di dalam tempek kak Win saja, boleh yahhh Kak ?”, kata Budi lagi.
“Ahh, iya, Buud .., cepetan masukin ke tempek kak Win, ayoohh”, kata
saya. kontol yang keras itu saya tarik dan tempelkan persis di depan
lubang tempek saya yang basah kuyup oleh cairan tempek dan ludah Budi.
Tidak sabar saya rangkul pantat Budi, saya jepit pula dengan kedua kaki
saya, dan saya paksa tekan pinggulnya. Ahhhhh, lubang tempek saya terasa
terdesak oleh benda yang sangat besar, ohhhh dinding-dinding tempek saya
terasa meregang. Kenikmatan mendera tempek saya kembali. kontol itu terus
masuk menembus sedalam-dalamnya. Dasar lubang tempek saya sudah
tercapai, tetapi kontol itu masih lebih panjang lagi. Belum pernah saya
merasakan sensasi kenikmatan seperti ini. Saya hanya tergolek menikmati
kebesaran kontol itu. Budi mulai meremas-remas susu saya dengan kedua
tangannya. Tiba-tiba kontol itu mengenjot tempek saya keluar masuk dengan
cepatnya. Saya tidak mampu menahannya lagi, orgasme kembali melanda,
sementara kontol itu tetap keluar masuk dipompa dengan cepat dan
bertenaga oleh Budi.
“Aduuuhh, Buud, nikmat sekali.., aku nggak kuat lagi ..”. Saya merengek-rengek karena nikmatnya.
“Hheehhhheh, sebentar lagi saya keluaaaar kaak ..”, kata Budi.
Kocokannya semakin menjadi-jadi. Tiba-tiba terasa tubuhnya menegang.
“Ahhhuuuggh, saya keluar kaaaak .”, erang Budi tertahan-tahan. kontol
Budi terbernam sedalam-dalamnya. Crut .. cruutt . crutt, saya merasakan
ada cairan hangat menyemprot jauh di dalam tempek saya seolah tanpa
henti. Budi memeluk saya erat-erat sambil menyemprotkan cairan maninya
didalam tempekku. Mukanya tampak menegang menahan kenikmatan. Ada sekitar
satu menit ia meregang nikmat sambil memeluk saya.
Sesudah itu Budi
menghela napas panjang. “Saya tidak tahu apakah saya menyesal atau
tidak, … tapi yang tadi sangat nikmat. Terima kasih kak Win”. Diciuminya
muka saya. Saya tidak dapat berkata apa-apa. Air mata saya menetes
keluar. Saya sangat menyesali yang telah terjadi, tetapi saya juga
menikmatinya sangat mendalam. Saat itu saya juga merasakan penyesalan
Budi. Saya tahu ia sangat menyayangi Dian istrinya. Tetapi nasi sudah
menjadi bubur.
Sejak kejadian itu, kami hanya pernah mengulangi
berzina satu kali. Itu kami lakukan kira-kira di minggu ketiga bulan
puasa, pada malam hari. Yang kedua itu kami melakukannya juga dengan
menggebu-gebu. Sejak itu kami tidak pernah melakukannya lagi hingga
kini. Kami masih sering bertemu, dan berpandangan penuh arti. Tetapi
kami tidak pernah sungguh-sungguh untuk mencari kesempatan melakukannya.
Budi sangat sibuk dan saya harus mengurusi Ilham yang masih kecil.
Saya masih terus didera nafsu sex setiap hari. Saya masih terus bermain
dengan internet dan menjelajahi dunia sex internet. Saya terus berusaha
menekan birahi, tetapi saya merasa tidak mampu. Mungkin suatu saat saya
nanti saya akan melakukannya lagi dengan Budi, dengan segala dosa yang
menyertai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar