Bu Misye dalam perjalanan pulang dari tempat ia bekerja terpaksa
berteduh karena dia tidak membawa jas hujan. Bu Misye berteduh di sebuah
bangunan yang belum jadi namun sudah beratap. Setelah menyandarkan
motornya Bu Misye mencari tepat duduk dan ternyata ada sebuah kursi
panjang. Pakaian yang dikenakan suadah basah semua, Bu Misye sebelumnya
berniat untuk tidak berteduh namun karena hujannya semakin lebat dan
disertai angin dan petir maka ia memutuskan untuk berteduh, walaupun
dalam hatinya cemas karena hari sudah menjelang gelap namun tanda-tanda
hujan akan reda belum muncul.
Belum lama duduk datang seorang
pemuda tanggung yang juga akan berteduh. Setelah menyandarkan Tiger yang
dipakainya, pemuda itu cepat-cepat masuk ke bangunan yang belum jadi
tersebut. Bu Misye pertama agak khawatir dengan pemuda tersebut namun
akhirnya kekhawatirannya akhirnya hilang karena melihat penampilannya
juga keramahannya. Bu Misye melempar senyum dibalas dengan senyum oleh
pemuda tersebut.
Pemuda tanggung tersebut berkulit putih bersih
dan wajah yang diakui oleh Bu Misye memang tampan. Pemuda tersebut duduk
di kursi panjang agak berjauhan letaknya dengan Bu Misye.
"Cuma sendirian Bu?" pemuda tersebut memulai pembicaraan.
"Iya Dik" Bu Misye menjawab.
"Adik dari mana?" lanjutnya.
"Dari rumah teman, sedang Ibu sendiri dari mana?" pemuda itu menyambung.
"Dari tempat kerja Dik" Bu Misye menjawab.
"Koq sampai sore Ibu, memang tidak dijemput oleh suami atau putra Ibu?" pemuda tersebut kembali bertanya.
"Ndak Dik.. walau udah tua Ibu berusaha sendiri lagian anak-anak Ibu udah berkeluarga semua" Bu Misye menyahut.
"Eh
Adik masih kuliah kelihatannya, nama Adik siapa biar enak kalau
manggilnya" lanjut Bu Misye, walau dalam hatinya dia agak bingung kenapa
harus bertanya namanya.
"Iwan Ibu, masih kuliah semester pertama, nama Ibu?" jawab pemuda tersebut.
"Misye" jawab Bu Misye.
"Ibu umurnya berapa koq ngakunya sudah tua?" Iwan bertanya.
"Udah hampir limapuluh Dik Iwan" jawab Bu Misye.
"Koq masih keliatan lebih muda dari usia Bu Misye lho?" lanjut Iwan.
Pembicaraan
terhenti sebentar. Baju yang dipakai oleh Bu Misye yang basah secara
jelas mencetak buah dadanya yang sekal terbungkus oleh BH hitam yang
keliatan sangat menantang di usianya. Rambutnya yang teruarai lurus
sebahu tampak basah juga. Kulitnya yang putih tampak titik air yang
masih membasahinya. Iwan terus memandangi tubuh yang Bu Misye.
"Tubuh Ibu masih bagus lho, Bu Misye tentu sangat bisa merawat tubuh" tiba-tiba Iwan memecah kesunyian.
Bu
Misye agak kaget dengan pertanyaan Iwan. Dia agak tersinggung dengan
pertannyan itu apalagi mata Iwan yang tidak lepas dari dadanya. Anak ini
ternyata agak kurang ajar.
Belum lagi keterkejutannya hilang,
Iwan berkata lagi, "Tentu suami Ibu sangat sengan dengan istri yang
secantik dan semolek Bu Misye" Iwan berkata sambil meremas-remas
kemaluannya yang masih dibungkus celananya.
Melihat situasi yang
kurang baik itu, Bu Misye tidak menjawab, dia langsung berdiri menuju ke
motornya walaupun hujan tampaknya semakin menjadi-jadi. Namun tangan
Iwan lebih dulu menyahut tangan Bu Misye. Bu Misye semakin marah.
"Kau mau apa haa?" hardiknya.
"Hujan
masih lebat, sedang kita cuma berdua.. saya menginginkan Ibu" sahut
Iwan dengan santainya sambil merangkul Bu Misye dari belakang.
"Menginginkan apa?" Bu Misye agak berteriak sambil berusaha melepaskan pelukan Iwan.
"Menginginkan tubuh Ibu.." Iwan berkata sambil tangannya beraksi menggerayangi tubuh Bu Misye dari belakang.
"Jangan Dik Iwan.. apa kamu nggak merasa umurku.. sebaya dengan ibumu" Bu Misye berusaha untuk mengingatkan.
"Justru itu saya suka" Iwan menyahut.
Tangan
kirinya merangkul Bu Misye dari belakang, tangan kananya berusaha
menyingkap rok yang dipakai Bu Misye setelah tersingkap ke atas Iwan
mengeluarkan kontolnya yang sudah keras berdiri. Tak ketinggalan CD yang
dipakai oleh Bu Misye dipelorotkan ke bawah.
Tangan Iwan
meraba-raba tempek Bu Misye yang ditumbuhi oleh jembut yang rimbun.
Jarinya berusaha masuk ke tempek Bu Misye.
"Dik Iwan..
To.. long.. hentika.. ka.. ka.. ka.. mu nggak se.. harusnya mela..
kuka.. ini.. Dik Iwan Iwan.." Bu Misye berusaha mengingatkan lagi dengan
terbata-bata.
"Ah.. Jangan.. Dik Iwan.. Ibu.. sudah tua.. ingat.." tambahnya lagi.
Iwan
tidak menggubris kata-kata Bu Misye jarinya sudah masuk ke tempek Bu
Misye dan bermain-main di dalamnya. Kemudian Iwan berusaha membalikkan
tubuh Bu Misye, setelah itu dengan kasar Iwan mendorong tubuh molek itu
sehingga jatuh terjerebab ke tanah. Dengan posisi duduk mengkangkang Bu
Misye berusaha bangkit lagi dari duduknya. Pahanya yang mulus tersingkap
sampai ke pangkalnya. Pakaian bagian atas acak-acakkan tampak sebagian
kutang warna hitam yang seolah tak mampu menahan volume buah dada indah
Bu Misye.
Belum sempat berdiri Iwan berkata sambil melepaskan
celana dan bajunya, "Bu Misye, anda berteriakpun tak akan ada orang yang
mendengar.. tempat ini agak jauh dari rumah penduduk sebaiknya Bu Misye
tidak usah macam-macam"
"Aku tak kan sudi melayani kamu.. anak muda" Bu Misye setengah berteriak.
"Sudah
jangan banyak bicara lepaskan pakaianmu.. cepat.. daripada aku
menyakiti Ibu" sahut Iwan sambil melepaskan celana dalamnya, tampak
batang kontolnya yang sudah mengacung keras.
Airmata Bu Misye
mulai berlinang. Dia merasa sangat ketakutan dan galau hatinya. Dia
merasa tak berharga dihadapan anak muda yang pantas menjadi anaknya. Dia
juga merasa menyesal berteduh di tempat itu, dia merasa juga menyesali
pakaian kerja yang sering ia kenakan. Rok yang terlalu tinggi dan baju
yang transparan yang memperlihatkan BHnya yang seakan tidak muat menahan
buah dadanya, sehingga membuat para lelaki yang menatapnya seolah
menelanjanginya. Namun dalam hatinya berkata juga bahwa baru sekarang
dia melihat kontol yang besar, kontol suaminya tidak sebesar
itu. Darahnya berdesir kencang.
Belum hilang keterpanaannya sudah dikejutkan oleh suara Iwan lagi, "Cepatt! Sudah nggak tahan nih.."
Karena
dilanda ketakutan, dengan perlahan tangan Bu Misye melepas satu persatu
kancing bajunya. Tampaklah susunya yang dibungkus oleh BH hitam.
"Cepat lepas kutangmu!" bentak Iwan.
Dalam
hati Bu Misye berkata anak muda memang nggak sabaran. Setelah melepas
BHnya, tumpahlah susu Bu Misye yang masih tampak sekal dan
menggairahkan, puting susunya yang coklat kehitam-hitaman tampak
menantang sekali.
Iwan jongkok di dekat Bu Misye tangannya mulai menggerayangi susu Bu Misye.
"Uh.. ah.. ah.." rintih Bu Misye ketika tangan Iwan memilin milin putingnya.
Tidak
puas memilin-milin mulut Iwan mulai mendarat di pucuk anggur itu.
Lidahnya menari-nari dan ketika dihisap keras-keras Bu Misye hanya bisa
menggigit bibir bagian bawah dan memejamkan matanya. Setelah puas dengan susu Bu Misye Iwan bangkit kemudian mendekatkan kontolnya yang
besar tersebut ke mulut wanita paruh baya yang lemah itu.
"Hisap.. Bu Misye" perintahnya.
"Cepatt!" bentak Iwan ketika Bu Misye belum juga melakukan apa yang ia kehendaki.
Akhirnya
Bu Misye mengulum kontol Iwan. Pertama dia melakukan hampir saja dia
muntah karena selama hidupnya dia baru melakukan beberapa kali dengan
suaminya. Bu Misye seakan tidak percaya apa yang dia lakukan sekarang,
dia di tempatnya bekerja adalah orang yang dihormati sedang di
kampungnya dia juga orang yang disegani Ibu-Ibu. Namun pada saat ini dia
sedang melakukan hal yang jorok hingga tentu kehormatannya sebagai
wanita hilang sama sekali.
Iwan dengan kasar memaju mundurkan
kontolnya sehingga terdengar suara nyaring menggairahkan. Setelah puas
Iwan bangkit lagi kemudian di mengambil posisi ditengah-tengah di antara
kaki mulus Bu Misye.
Sambil mengelus-elus kontolnya yang sudah sangat keras, Iwan berkata, "Bu Misye lebarkan lagi agar lebih mudah"
Hal
yang sangat mendebarkan bagi Bu Misye akan terjadi dengan perlahan Bu
Misye membuka lebar kakinya sehingga tampaklah tempeknya yang tampak
merekah dengan bibirnya yang agak menggelambir. Perlahan dan pasti Iwan
menuntun kontolnya memasuki lobang tempek Bu Misye. Iwan merasakan
kehangatan tempek Bu Misye dan kekencangannya seakan meremas kontol Iwan.
Sebaliknya Bu Misye yang sedari tadi dengan berdebar menantikan hal
tersebut seakan terhenti detak jantungnya ketika ia mulai ditusuk oleh
anak muda ini. Seakan merobek barang paling berharga yang dimilikinya.
Ketika
Iwan mulai mempercepat genjotannya tampaknya Bu Misye juga sudah mulai
melambung ke awan. Sementara diluar hujan seakan belum mau berhenti.
Iwan semakin mempercepat genjotannya. Susu Bu Misye
tergoncang-goncang kesana-kemari. Bu Misye yang semula pasif sedikit
memberi perlawanan dengan menggoyangkan pantatnya. Tangannya mengepal
memukul lantai, kepalanya bergoyang menahan hawa birahi yang semakin
meninggi.
Akhirnya Bu Misye tidak kuat menahan cairan yang semula
ia bendung-bendung, lobang tempek Bu Misye mengerut kencang ketika dia
mencapai puncak. Bu Misye malu kenapa dia bisa orgame padahal ia tidak
menginginkan itu. Yang lebih membuat dia bertambah malu adalah Iwan
seakan mengetahui hal tersebut. Iwan tersenyum sambil terus mempercepat
genjotannya. Dalam hatinya dia berkata ternyata kau juga merasakan
kenikmatan juga. Dan tampaknya Iwan juga akan sampai ke puncak. Dan
terdengar lenguhan panjang Iwan ketika batang kontolnya ia tancapkan
dalam-dalam sambil merangkul erat Bu Misye keluarlah pejuh
membanjiri lobang tempek Bu Misye.
Iwan terkulai lemas diatas tubuh telanjang Bu Misye jiwa mereka seolah melayang sejenak.
Setelah
itu Iwan bangkit dan mengambil pakaiannya sambil berkata, "Bu Misye
berpakaianlah, tampaknya hujan sudah mulai reda, tempek Ibu ueenak
sekali, terima kasih ya Bu Misye".
Bu Misye menatap Iwan dalam
hatinya bercampur antara marah, gundah, galau. Namun satu hal yang dia
tidak pungkiri bahwa dia juga menikmati perkosaan yang dilakukan Iwan.
Akhirnya Bu Misye memunguti pakaian kemudian mengenakannya kembali. Mereka berjalan ke arah motor mereka tanpa bersuara.
Tampaknya hujan sudah reda. Bu Misye menghidupkan mesin motornya, namun ia dihentikan lagi oleh Iwan.
Iwan berkata, "Bu Misye saya minta maaf akan kelancangan saya, saya tidak bisa menahan gejolak nafsu saya.."
Bu
Misye tak menjawab. Ia hanya menatap wajah Iwan dengan mata yang
berkaca-kaca. Iwan diam kemudian Iwan mendekatkan wajahnya dan ciuman
hangat ia daratkan ke bibir Bu Misye. Pertama Bu Misye diam namun
akhirnya Bu Misye membalas ciuman tersebut. Lidah mereka saling
bertautan. Sejenak kemudian Bu Misye tersadar dan melepaskan ciuman
tersebut kemudian melajukan kendaraannya.
Iwan hanya terdiam
terpaku kemudian menaiki kendaraannya ke arah yang berlawanan. Bu Misye
menerobos hujan rintik-rintik dengan perasaan yang sebenarnya
terpuaskan.
*****
Demikian kisah nyata ini ditulis seperti apa yang diceritakan oleh pelaku cerita ini.
E N D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar